Rabu, 29 Februari 2012

Berpihak Kepada Pengusaha? Ah Tak Ada Itu!

PASAL 169 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja atau buruh bisa mengajukan permintaan resmi kepada pemerintah untuk mendapatkan penetapan terhadap berbagai perselisihan industri mengenai pemutusan hubungan kerja dengan pengusaha ketika pengusaha tidak membayar upah pada waktu yang disepakati bersama selama tiga bulan atau lebih. Kalau pemutusan hubungan kerja terjadi karena alasan diatas, pekerja atau buruh yang bersangkutan berhak mendapatkan pesangon sebesar dua kali jumlah pesangon normal, uang pernghargaan sebesar satu kali jumlah uang penghargaan masa kerja dan kompensasi yang berhak diterima dan belum digunakan. Bagaimana kalau alasannya bukan itu?
"Wah kalau begitu, kami harus objektif memandang perselisihan keduanya. Supaya adil dan tidak ada yang dirugikan," ungkap PLT Kepala Dinas Tenaga Kerja Tran Sumatera Utara (Kadisnaker Tran Sumut), BOTB Sihombing, didamping Kabid Hubungan Industrial, Ir. Mukmin dan Kabid Perlindungan Ketenagakerjaan, Frans Bangun SH M.hum, usai aksi Jumat Bersih di Gedung Pemprovsu, beberapa waktu lalu. Berikut petikan wawancaranya.

Analisa: Seperti apa tolak ukur yang dilakukan Disnakertran dalam mengatasi perselisihan antara pengusaha dan buruh?

BOTB Sihombing: Prinsip yang pertama, kami bekerja berdasarkan azas peraturan yang berlaku. Prinsip kedua adalah berupaya menerapkan win-win solutions, artinya pengusaha pun buruh tidak ada yang dirugikan. Kalau ada yang mengatakan kami berpihak pada pengusaha, ah tak ada itu. Semuanya sudah diatur kok. Sudah ada pedomannya, sudah ada ketentuannya.

Analisa: Tapi pak, anehnya kok buruh masih protes saja ya, padahal prinsipnya kan win-win solution, tak ada yang dirugikan. Praktiknya, demo buruh masih terjadi juga. Apa komentar bapak terkait itu?

BOTB Sihombing: Itu biasa terjadi di alam demokrasi ini. Namanya keinginan selalu ada, tapi harap dicatat tolak ukur standarisasinya kan sudah ada. Kita mengacu pada tolak ukur peraturan yang berlaku. Saya pikir kalau ada yang merasa tidak puas, itu wajar-wajar saja.

Analisa: Atau mungkin kita kurang memberikan edukasi kepada para buruh pak, sehingga mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa saja hak dan kewajiban mereka? Menurut bapak bagaimana?

BOTB Sihombing: Itulah salah satu upaya yang sedang kami lakukan, memberikan sosialisasi mengenai peraturan dan perundang-undangan pekerja, agar pengusaha dan buruh mengetahui hak dan kewajibanya masing-masing. Memang upaya yang dilakukan selama ini belum mencukupi kebutuhan, namun kami mencoba untuk mengimbangi kebutuhan tersebut. Sebetulnya yang namanya masalah itu selalu ada, terkait hal ini pun pasti ada saja pihak-pihak yang tidak puas. Jadi ya wajar saja.

Analisa: Menarik juga sebetulnya, kalau memang program sosialisasi itu dilaksanakan. Semacam apa praktiknya sosialisasi itu pak. Apakah mendatangi tiap-tiap perusahaan dan menghalo-halokan undang-undang dan peraturan itu?

BOTB Sihombing: Sosialisasi yang kita lakukan itu antara lain, mengundang serikat pekerja, pengusaha bersama karyawan atau buruh dalam sebuah pertemuan. Ada juga sosialisasi dalam bentuk ceramah-ceramah yang mendatangkan orang pusat langsung, termasuk juga menghadirkan seorang pakar yang menguasai hokum-hukum perburuhan.

Program sosialisasi ini hampir tiap tahun kami selenggarakan. Dengan begitu, para peserta; pengusaha dan karyawan atau buruh dapat mengetahui hak dan kewajiban mereka. Materi yang diusung bukan sebatas hak dan kewajiban, begitupun soal perselisihan. Langkah-langkah yang mereka (pengusaha dan karyawan) tempuh apabila terjadi perselisihan diantara keduanya.

Sejatinya hal-hal yang menyangkut manusia itu selalu berkembang. Ketidakpuasan dalam bentuk protes maupun demonstrasi adalah hal yang wajar. Terkait ini, kami siap untuk memperantarai keduanya, menjadi mediasi hingga tercapai suatu keadaan yang tidak merugikan bagi keduanya (pengusaha dan buruh). Selain itu kita juga harus pikirkan sisi investor kan?

Analisa: Maksudnya pak?

BOTB Sihombing: Artinya kita bukan membela atau memihak pengusaha, tapi faktanya mengundang investor ke Sumut ini bukanlah hal yang mudah. Kami disini merasa berkewajiban untuk memelihara kekondusifan hal tersebut. Intinya keduanya sama-sama kita perhatikan dan pedulikan. Bukan berarti, keputusan yang kami ambil itu berpihak kepada pengusaha.

Analisa: Pak, sebetulnya apa saja yang perlu kita ketahui oleh hak dan kewajiban buruh, apabila kita berkaca melalui undang-undang dan peraturan yang ditetapkan?

BOTB Sihombing: Pertama, seorang buruh harus mengetahui berapa upahnya? Kemudian jaminan-jaminan apa saja yang bisa dia peroleh, antara lain Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Seorang buruh wajib mengetahu dan memahami hak-hak yang diperoleh dari perusahaan tempatnya bekerja. Begitupun jangan pula dia menuntut haknya, tapi melupakan kewajibannya. Misalkan kewajiban masuk kerja sesuai dengan jam yang telah ditetapkan. Jangan hanya istirahat saja, lantas melanggar aturan kedisiplanan. Kalau dilarang merokok di dalam pabrik harus diikuti.

Praktiknya, selalu saja ada buruh yang nakal, padahal tanpa disadari ada pihak-pihak yang memperhatikan. Setelah diberi peringatan sekali dua kali, namun tetap membandel juga akhirnya buruh pun dimutasikan.

Hal-hal semacam inilah yang biasanya awal mula persoalanan antara pengusaha dengan buruhnya. Pengusaha merasa buruh tersebut tidak cocok ditempatkan di bagian itu, lantas memutasikannya ke bagian lain. Katakanlah ke bagian sekuriti. Rupanya sang buruh merasa tidak cocok, mulailah dia mengeluh dan berujung pada sikap protes.

Analisa: Kalau di Sumut sendiri bagaimana kondisinya pak? Apakah semua perusahaan di Sumut sudah bisa dikatakan 100 persen mapan dalam membutuhi hak-hak pekerjanya?

BOTB Sihombing: Tercatat di Sumut ini ada sebanyak 10. 000 perusahaan, sayangnya hanya ada 80 pengawas yang bertugas untuk mengawasi perusahaan-perusahaan tersebut.

Analisa: Waduh pak, bukankah itu jumlah yang sangat timpang? Bagaimana mungkin 80 orang mampu mengawasi 10. 000 perusahaan?

BOTB Sihombing: Praktiknya secara rutin kita tetap melakukan pengawasan. Kita bukannya menyerah, meskipun hanya memiliki 80 pengawas kami tetap melakukannya. Strategi yang dilakukan adalah lebih memfokuskan pada perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran.

Analisa: Untuk Sumut, di kota mana saja yang perusahaannya terbanyak pak?

BOTB Sihombing: Dari 10. 000 perusahaan, setidaknya 90 persennya tersebar di Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat dan Simalungun. Sedangkan 10 persennya tersebar di kota lainnya.

Analisa: Kembali soal mediasi tadi pak, semacam apa langkah yang ditempuh buruh untuk mendapatkan mediasi dari dinas tenaga kerja?

BOTB Sihombing: Pertama, buruh menyampaikan pengaduan tertulis yang tertuju kepada dinas tenaga kerja. Setelah surat pengaduan sampai, kami akan mengirimkan petugas untuk memeriksa perusahaan tersebut. Bisa dengan mendatangi perusahaan, bisa juga memberikan surat panggilan ke dinas tenaga kerja. Kalau perusahaan yang dimaksud tidak datang juga, ada proses langkah selanjutnya.

Analisa: Terlepas dari ini pak, saya teringat outsourching, apakah menurut bapak itu masih pantas diberlakukan?

BOTB Sihombing: Begini, outsourching itu kan cara. Sampai sekarang, inilah cara yang terbaik untuk dilakukan. Mengingat kondisi ekonomi kita yang belum stabil. Saya lihat masyarakat sudah menyesuaikan diri. Apa pun ceritanya, regulasi harus disesuaikan dengan masyarakat. Sebagai catatan, outsourching diakui oleh dunia. Lagian, bukankah kita sudah sepakat untuk mengikuti perkembangan era globalisasi. Outsourching adalah salah satu tanda era globalisasi, lantas mengapa kita tidak mengikutinya? Di Eropa sendiri, tentara pun sudah outsourching. Sebetulnya yang harus kita pahami adalah pengertian outsourching itu sendiri.

Outsourching adalah keterampilan, dan orang-orang yang terampil tidak akan mau menjadi karyawan tetap. Alasannya adalah karena mereka digaji sesuai dengan keterampilan mereka. Apa yang terjadi di Indonesia terkait outsourching adalah ketidaksiapan mental pekerja kita terhadap prinsip outsourching. Sayangnya, disini menjadi karyawan tetap merupakan dambaan bagi para pekerja, apalagi pegawai negeri sipil (pns).
 

Merdeka dalam Jajahan Neoliberalisme

Kita menghadapi ancaman dan tantangan penjajahan baru oleh neoliberalisme global yang kini sangat nyata keberadaannya dan menguasai perekonomian bangsa dan negara Indonesia. Neoliberalisme pada kenyataannya, bukan lagi sesuatu yang mudah untuk bisa dihindari dan diantisipasi.
Akan tetapi kini semakin dekat dan bahkan telah menyatu dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Menyatu dalam pengertian ideologi dan kepentingannya telah memengaruhi, terlibat dalam pengambilan keputusan strategis berbangsa dan bernegara, dan telah membentuk suatu lingkaran setan yang mempersuram sisi kehidupan bangsa dan negara ini.

Sesuai dengan ideologinya, neoliberalisme sangat memuja pasar (istilah lain: fundamentalisme pasar). Para pemeluk neoliberalisme sangat percaya bahwa tidak hanya produksi, distribusi, dan konsumsi yang tunduk pada hukum pasar, tetapi juga seluruh aspek kehidupan.
Diyakini, dengan pasar bebas umat manusia akan memasuki pintu gerbang keemasan yang membebaskan dan membahagiakan. Oleh sebab itu, maka para pemeluk 'agama dunia' bernama neoliberalisme itu mengkritik dan menolak campur tangan negara dalam aktivitasnya menjalankan program-program kesejahteraan rakyat, karena dianggap hal itu akan menimbulkan defisit negara yang luar biasa. Negara dilarang turut campur tangan mengurusi persoalan rakyatnya.

Biarlah rakyat sendiri yang mengurus urusannya, sesuai dengan berlakunya hukum pasar. Kecuali itu, peran negara hanya untuk melayani dan memberi kemudahan untuk kepentingan berkembangnya neoliberalisme global.

Keyakinan dan ideologi neoliberalisme adalah jelas sekali sangat bertentangan dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia sebagaimana yang ditegaskan di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga yang menyatakan bahwa "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, ....."
Jadi, dalam konteks keyakinan dan ideologinya saja, neoliberalisme sebagaimana dijelaskan di atas telah sangat menyesatkan dan mengerikan, apalagi dalam implementasi program dan aksi-aksi yang dijalankannya, kita bisa saksikan akibatnya yang lebih mengerikan lagi. Sebut saja misalnya dalam bidang pertanian, yang menyangkut nasib hidup matinya para petani kita sebagai bangsa agraris.
Kenyataan yang terjadi di sektor itu adalah hilangnya kemerdekaan (kemandirian) pertanian kita, dan masuk ke dalam perangkap ketergantungan sistem pertanian neoliberal, termasuk di dalamnya para petani dan buruh tani, yang berada dalam lingkaran kepentingan perusahaan-perusahaan transnasional (transnational corporations/TNCs) atau multinasional (multinational corporations/ MNCs) dengan perangkat pengawasnya yaitu World Trade Organization (WTO).

Secara lebih tegas lagi, di balik kepentingan neoliberalisme itu sebenarnya terdapat kepentingan TNCs/ MNCs dari negara Amerika Serikat (AS) yang didukung dan dilindungi secara politik oleh Pemerintah AS. Kepentingan TNCs / MNCs AS ini sangat jelas, misalnya dalam penguasaan TRIPs (Trade Related Intellectual Property Rights) di seluruh dunia.Data pada 1997 memperlihatkan bahwa industri berbasis TRIPs atau Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) dalam bidang perdagangan mengumpulkan hasil ekspor terbesar bagi perusahaan AS, yaitu sebesar US$66,85 miliar. Angka itu disusul oleh industri kimia US$66,40 miliar, dan kendaraan bermotor US$58,34 miliar. Data UNDP juga menunjukkan bahwa pada 1995 saja angka pembayaran royalti dunia lebih dari setengahnya mengalir ke AS. (Arimbi:2002).

Sebaliknya bagi Indonesia, dengan permainan tidak adilnya TNCs /MNCs negara-negara maju seperti AS dan Jepang, menyebabkan kehilangan kepemilikan terhadap sejumlah hak paten produk andalan rakyat seperti tempe, rempah-rempah, bibit tanaman padi, dan sebagainya.
Dengan kenyataan pahit di atas, yang menggambarkan betapa ironis dan paradoksnya kita sebagai bangsa dan negara merdeka yang telah diproklamasikan sejak 63 tahun yang lalu, ternyata di balik kemerdekaan itu, hanya berupa kemerdekaan dari penjajahan secara fisik dari negara penjajah saja yang baru terjadi.

Padahal penjajahan dalam bentuk yang sangat hakiki dan kompleks, bermakna ketertindasan dan ketergantungan yang luar biasa, menyebabkan ketakberdayaan kita sebagai bangsa dan negara terhadap penjajahan nonfisik yang dilancarkan oleh para penjajah neoliberalisme global, hingga saat ini, bahkan akan terus berlangsung ke depan, tak membuat kita bisa lepas dari penjajahan dalam bentuk baru itu. Artinya bangsa dan negara ini tetap dalam kondisi sangat terjajah.
Mereka berhasil dan terus mempertahankan jajahannya karena kesalahan para pemimpin bangsa dan negara ini yang tidak konsisten dan khianat terhadap amanat kemerdekaan yang dicita-citakan oleh para pendiri dan pejuang kemerdekaan.

Para pemimpin pemerintahan kita yang lalu lebih memikirkan kepentingan sesaat untuk dirinya, keluarga dan kroninya, daripada menjadi pemimpin bangsa yang negarawan yang memikirkan dan memperjuangkan nasib bangsanya.Mereka telah menggadaikan dan bahkan menjual harga diri dan kekayaan bangsa dan negara ini untuk kepentingan neoliberalisme global secara tidak bertanggungjawab.

Bencana yang paling serius dan sangat tidak kita harapkan tentunya adalah kehancuran kita sebagai bangsa dan negara ini, alias Indonesia yang ada sekarang ini akan bubar jalan, dan akan dicaplok di sana sini oleh negara penjajah baru dalam jaringan neoliberalisme global itu.
Jika ini yang terjadi, berceritalah anak cucu atau cicit kita nanti, bahwa katanya "dulu, kata ibu bapak atau nenek kakek saya, pernah ada negara yang namanya Indonesia Raya.
Negaranya kaya raya dengan sumber daya alam yang melimpah, tapi karena salah urus, dikorupsi dan digadaikan oleh para pemimpinnya, akhirnya negara itu pun hancur berantakan. Inilah yang wajib dan sangat relevan kita renungkan di saat 63 tahun kita merdeka sekarang ini.

Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia

Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut beberapa analisis yang dilakukan oleh aktivis buruh dan pemerhati masalah perburuhan adalah ada 5 (lima) permasalahan besar yang terjadi sekarang ini, yaitu;

  1. Tingginya jumlah penggangguran massal;
  2. Rendahnya tingkat pendidikan buruh;
  3. Minimnya perlindungan hukum
  4. Upah kurang layak.
  5. Sistim Kerja Fleksibel atau Outsourcing.

Masalah di atas pada akhirnya tali temali menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah disimpulkan bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 45 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap buruh/pekerja.

Selama hampir 25 tahun lebih pemerintah Indonesia percaya, dengan jenis investor ini, sampai kemudian disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah jenis industri yang paling gemar melakukan relokasi. Pemindahan lokasi industri ke negara yang menawarkan upah buruh yang lebih kecil, peraturan yang longgar, dan buruh yang melimpah. Mereka diberikan gelar industri tanpa kaki (foot loose industries), karena kemudahan mereka melangkah dari satu negara ke negara lainnya.Indonesia yang mendapat era reformasi tahun 1998 secara ambisius meratifikasi
semua konvensi dasar ILO (a basic human rights conventions) yaitu; kebebasan berserikat dan berunding, larangan kerja paksa, penghapusan diskriminasi kerja, batas minimum usia kerja anak, larangan bekerja di tempat terburuk.

Ditambah dengan kebijakan demokratisasi baru dibidang politik, telah membuat investor tanpa kaki ini kuatir bahwa demokratisasi baru selalu diikuti dengan diperkenalkannya Undang-undang baru
yang melindungi dan menambah kesejahteraan buruh.Bila ini yang terjadi maka konsekuensinya akan ada peningkatan biaya tambahan (labor cost maupun overhead cost). Bagi perusahaan yang masih bisa mentolerir kenaikan biaya operasional ini,mereka akan mencoba terus bertahan, tetapi akan lain halnya kepada perusahaan yang keunggulan komparatifnya hanya mengandalkan upah murah dan longgarnya peraturan,mereka akan segera angkat kaki ke negara yang menawarkan fasilitas bisnis yang lebih buruk.

Itulah sebabnya sejak tahun 1999-2002 diperkirakan jutaan buruh telah kehilangan pekerjaan karena perusahaannya bangkrut atau re-lokasi ke Cina, Kamboja atau Vietnam.Jenis indusri seperti ini sudah lama hilang dari negara-negara industri maju, karena sistem perlindungan hukum dan kuatnya serikat buruh telah membuat industri ini hengkang ke negara lain.Ada sekitar 40 juta buruh di Indonesia yang menganggur akibat dari Relokasinya Investor, tetapi bila pemerintah cukup cerdas, kita semua harus menarik pelajaran dari tragedi ini.

Pemerintah tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama dengan tetap memberikan kepercayaan kepada jenis industri manufaktur sebagai sektor andalan Indonesia untuk menyerap tenaga kerja. Indonesia sebaiknya mengembangkan jenis industri yang memiliki keunggulan absolute (absolute advantage) seperti industri, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, pertanian, kelautan. Inilah jenis industri yang sebenarnya kita unggulkan, karena dianugrahkan Tuhan kepada bumi
Indonesia.

Investor yang datang ke sektor ini adalah investor yang berbisnis dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam kita, bukan karena sumber daya manusia yang melimpah. Industri ini juga tidak mengenal re-Iokasi (kecuali kaJau sudah habis masa eksplorasi). Karena tidak di semua tempat ada tersedia sumber daya alam yang melimpah.Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti dalam ancaman bom waktu.Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. PHK semenamena
dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan.


Dalam kamus modern serikat buruh, hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu;

Pertama ;melalui undang-undang perburuhan.
MeIalui undang-undang buruh akan
terlindungi secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak,
melindunginya di tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai
dengan pemberian jaminan sosial setelah pensiun.

Kedua ; melalui serikat buruh.
Sekalipun undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh
tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama
(PKB ). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang
berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah – bukan
melalui LSM ataupun partai politik – bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak
tambahan (di luar ketentuan UU) untuk menambah kesejahteraan mereka.                       Negara-negara industri maju telah membuktikan bahwa kedua instrumen di atas telah mengurangi kesenjangan kaya – miskin, dan sekaligus mengurangi potensi kemarahan sosial. Tetapi apa yang terjadi di Indonesia, perlindungan undang-undang terhadap buruh sangat rendah. Lihatlah sistem peradilan perburuhan kita yang tidak memberikan kemungkinan buruh menang dalam proses peradilan.Buruh sebenamya tidak percaya lagi dengan lembaga peradilan ini, tetapi
karena tidak ada pilihan lain, sekalipun harus kalah, tetapi mereka memilih kalah
terhormat daripada harus menerima PHK semena-mena. Ditambah lagi dengan program Jamsostek yang tidak memberikan manfaat banyak terhadap buruh, karena di samping status usahanya profit oriented. Semua kenyataan ketidakadilan ini bisa dilihat dan diketahui semua politisi dan pemerintah...(MIP)

Sumber : Masalah Aktual Ketenagakerjaan dan Pembangunan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia                                                                                                                                         

Penyimpangan Pelaksanaan Penyerahan Pekerjaan Kepada Pihak Ketiga Dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Dewasa ini telah terjadi perubahan sistim pasar kerja di banyak negara, termasuk Indonesia
hal ini sebagai konsekwensi perubahan orientasi ekonomi global. Pasar kerja yang fleksibel
berikut sistem produksi yang fleksibel-diyakini oleh para pendukungnya dapat lebih
merangsang pertumbuhan ekonomi serta memperluas pemerataan kerja dan pendapatan
masyarakat di tengah iklim kompetisi ekonomi global yang semakin ketat.

Di Indonesia gagasan pasar kerja fleksibel didukung dengan kuat oleh pemerintah, pengusaha.Gagasan ini dipandang sebagai sebuah langkah strategis untuk memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

FAKTA FLEKSIBILITAS PASAR KERJA DI NEGARA BERKEMBANG :

Pada umumnya berdampak :

  • Menimbulkan masalah bagi kelompok pekerja / buruh.
  • Rentan akan terjadinya degradasi kondisi kerja, ketidakpastian hubungan kerja, upah dan kesejahteraan serta melemahnya posisi tawar dari pekerja / buruh.
  • Tingkat kerawanan yang tinggi terjadi dalam pasar kerja karena suplai angkatan kerja tidak terampil yang berlebih. 
Upaya gagasan Fleksibilitas pasar kerja di Indonesia dilakukan melalui kebijakan peraturan per undang – undangan ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, yaitu dalam bentuk "Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada pihak lain (Outsourcing) dalam bentuk PKWT” .Istilah “Outsoursing” ini secara formal muncul dalam usulan reformasi kebijakan ketenagakerjaan Bapenas 2005 yg dipandang sebagai salah satu cara untuk perekrutan melalui praktek-praktek yg fleksibel di tempat kerja
Fleksibel dalam arti perusahaan dapat dengan mudah dan murah mengubah jumlah buruh/pekerja yg akan digunakan, termasuk merubah kerja dan status hubungan kerja terhadap masing – masing pekerja/buruh.

“Outsourcing” adalah Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yg dibuat secara tertulis. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja /buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yg berhubungan langsung dengan proses Produksi,kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yg tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

"PKWT” adalah Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat utk pekerjaan tertentu yg menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu dan tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yg bersifat tetap.Dalam hal ini pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan/atau Perjanjian Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).

PENJELASAN Tentang PENYERAHAN SEBAGIAN PEKERJAAN PADA PIHAK LAIN (Outsourcing) :

  • Dalam hal ini pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu(PKWT) dan/atau perjanjian waktu tidak tertentuPKWTT)
  • Kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yg tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yg berhubungan diluar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
  • Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan,penyediaan makanan bagi pekerja,usaha tenaga pengaman,usaha penunjang di pertambangan dan perminyakan serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh. 
Penjelasan dari Pasal PKWT :
  • Perjanjain kerja dicatatkan ke instansi yg bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.
  • Pekerjaan yg bersifat tetap adalah pekerjaan yg sifatnya terus menerus, tidak terputus putus, tidak dibatasi waku dan merupakan bagian dari proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yg bukan musiman.
  • Pekerjaan bukan musiman adalah pekerjaan yg tidak tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu.
  • Apabila pekerjaan pekerjaan yg terus menerus,tidak terputus-putus,tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari proses produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu kondisi tertentu, maka pekerjaan tersebut merupakan musiman yg tidak termasuk pekerjaan tetap .
Adanya aspek karakter dasar dari pasar tenaga kerja Indonesia (terampil dan tidak terampil). Kondisi objektif 95% TK Indonesia kurang terampil dan 60% hanya berpendidikan SD,sehingga dlm praktek ditemukan :
  1. Saat ini Outsourcing dan PKWT dapat ditemukan di hampir seluruh bagian rangkaian proses produksi.
  2. Hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenagakerja umumnya adalah kontrak.
  3. Penyedia jasa tenaga kerja belum tentu merupakan perusahaan yang berbadan hukum.
Mengidentifikasi kembali dampak sosial ekonomi terhadap pelaksanaan PKWT dan Outsourcing khususnya di sektor industri padat tenaga kerja.Melakukan pengawasan terhadap kinerja pegawai pengawas,PPNS Disnaker sebagai pelaksana operasional melalui mekanisme kontrol sosial, politik, dan administratif.

Hal-Hal Penting tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang Perlu Anda Ketahui

Hal-Hal Penting tentang Serikat Pekerja / Serikat Buruh yang Perlu Anda Ketahui

uruh (SB) kadang bahkan sering tidak dikehendaki oleh Menejemen atau pemilik perusahaaan. Kesan negatif lebih sering muncul atas kehadirannya. SP/SB ibarat musuh dalam selimut. Pemimpin atau pemilik perusahaan kuatir bila SP/SB melakukan tindakan yang merugikan perusahaan. Para anggota SP/SB misalnya bisa melakukan aksi mogok dan aksi mogok ini diizinkan oleh undang-undang. Aksi ini bisa berdampak negatif; produksi perusahaan bisa berhenti bahkan bisa sampai gulung tidur.Kekuatiran pemimpin dan pemilik perusahaaan kadang ada benarnya. Tidak ada jaminan bahwa SP/SB bisa menjadi mitra Menejemen untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan. Namun demikian, Anda perlu mengetahui beberapa hal penting tentang SP/SB.

Pertama, kehadiran SP/SB di perusahaan dilindungi oleh undang-undang. Hal ini telah diatur dalam undang-undang. Pasal 5, UU No. 21/2000 menyebutkan:

  1. Setiap pekerja /buruh berhak membentuk dan menjadi anggota SP/SB.
  2. SP/SB buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang pekerja/buruh.
Jadi, SP/SB bukanlah serikat yang terlarang.

Kedua, tidak perlu takut membentuk SP/SB. Banyak orang takut mendirikan SP/SB, apalagi menjadi pengurus. Takut kalau perusahaan akan menekan pekerja atau buruh. Itu tidak sepatutnya terjadi. Undang-undang melindungi pekerja dari ancaman-ancaman demikian. Pasal 28, UU No. 21/2000 berbunyi, "Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja /serikat buruh dengan cara:
  • Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau   melakukan mutasi;
  • Tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
  • Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
  • Melakukan kampanye anti pembentukan SP/SB.

Jadi, pekerja/buruh tidak perlu takut. Perusahaan Anda akan didenda bila Anda sampai ditekan atau dipecat karena Anda menjadi anggota atau menjadi pengurus SP/SB bahkan ancaman demikian dianggap sebagai tindakan pidana. Pasal 43, UU No. 21/2000 menyebutkan,
  1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Ketiga, pelajarilah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serikat pekerja /serikat buruh. Anda perlu berhati-hati sebelum menjadi anggota SP/SB. Pelajarilah apa tujuan SP/SB; apakah tujuannya berbeda atau berlawanan dengan Pancasila dan UUD 1945 atau berlawanan dengan undang-undang. Anda tentu tidak mau menjadi anggota SP/SB, yang tujuannya tidak jelas atau para pengurus atau pendiri SP/SB menyimpan agenda tersembunyi. Pasal 2  UU No. 21/2000 menyebutkan ;
  1. SP/SB, federasi dan konfederasi SP/SB menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. SP atau SB, federasi dan konfederasi SP/SB mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Keempat, pelajarilah bagaimana keputusan di kepengurusan serikat pekerja /serikat buruh diambil. Ini penting sebab ada kemungkinan para pengurus SP/SB mengambil keputusan untuk kepentingan segelintir orang, bukan karena prinsip keadilan dan kejujuran. SP/SB yang relatif bagus adalah bila keputusan diambil oleh sejumlah orang, yang mewakili semua bagian dari perusahaan dengan menggunakan prinsip keadilan dan kejujuran; keputusan bukan diambil oleh ketua atau satu atau dua orang pengurus.

Kelima, perhatikanlah apakah orang-orang yang duduk dalam pengurus serikat pekerja / serikat buruh adalah orang-orang bisa dipercaya. Anda perlu memperhatikan integritas orang yang duduk dalam pengurus atau orang-orang pengambil keputusan dalam SP/SB. Perlu diingat bahwa kehadiran SP/SB adalah untuk menjadi mitra bagi Menejemen untuk mengelola dan mengembangkan perusahaan. Berusahalah agar yang duduk di kepengurusan adalah orang-orang yang mengerti persoalan perusahaan dan karyawan dan memiliki integritas yang baik. Bila Anda mempunyai integritas yang baik, majulah menjadi pengurus. Bila ada orang lain yang lebih baik dari Anda, ajukanlah dia untuk menjadi pengurus. Hanya di tangan orang yang jujur sebuah SP/SB bisa memberikan dampak yang positif bagi perusahaan.

Keenam, SP/SB adalah mitra perusahaan untuk membuat perjanjian kerja bersama (PKB). Bila SP/SB mempunyai anggota lebih dari 51% dari jumlah karyawan, SP/SB tersebut akan menjadi perwakilan karyawan untuk membuat perjanjian kerja bersama dengan perusahaan. Aspirasi karyawan bisa tertampung dalam perjanjian kerja bersama melalui kehadiran SP/SB. UU No. 13/2003, Pasal 119, ayat 1 menyebutkan, "Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja /serikat buruh, maka SP/SB tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan."

Ketujuh, SP/SB merupakan salah satu wadah melatih diri untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat. Dengan menjadi anggota dan aktif mengikuti kegiatan SP/SB, Anda melatih diri menjadi warga yang peduli akan sesama karyawan, memahami persoalan-persoalan dalam dunia kerja dan belajar memberikan solusi. Dengan kata lain, Anda melatih kepekaan dan kepedulian Anda terhadap persoalan karyawan sekalipun hal itu belum terjadi pada diri Anda. Bila kepekaan dan kepedulian seperti ini terus ditanamkan dalam diri Anda, ada kemungkinan Anda akan peka dan peduli juga dengan lingkungan Anda. Bila Anda peka dan peduli dengan lingkungan Anda, kemungkinan Anda peka dan peduli juga dengan masyarakat dan bangsa.

TINDAK PIDANA KETENAGAKERJAAN

TINDAK PIDANA KETENAGAKERJAAN


A. PENDAHULUAN .

Pengalaman berperkara di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) ternyata tidak menyelesaikan masalah, malahan menambah masalah. Buruh bolak-balik ke PHI tidak saja hanya bersidang, tetapi juga untuk mempertanyakan keberlanjutan kasusnya. Akibatnya buruh selalu dirugikan. Hak-hak yang dituntutnya tidak pernah dapat diperolehnya. Tidak jarang perkara buruh yang diajukan melalui proses PHI, akhirnya gantung begitu saja karena proses penyelesaian yang sangat lama. Bertahun-tahun penyelesaian perkara belum diputuskan final (incraacht van gewisde) tentu menimbulkan keputus-asaan.

Melihat realitas penyelesaian melalui PHI di atas, maka sesuai dengan UU Ketenagakerjaan (UUK) Nomor 13 tahun 2003 harapan buruh untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum adalah melalui penegakan Tindak Pidana Ketenagakerjaan. UUK menegaskan bahwa institusi yang memiliki kewenangan melakukan penegakan Tindak Pidana Ketenagakerjaan (penyelidikan dan penyidikan) adalah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan (PPK) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Sesuai Pasal 176 UUK PPK/PPNS mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagkerjaan. Untuk menjaga kompetensi dan independesi inilah maka UUK menetapkan bahwa pengangkatan PPK ditetapkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuknya. Dengan demikian PPK dapat independen dari pengaruh-pengaruh kebijakan politik yang berkembang di daerah-daerah (termasuk kabupaten/kota). Jadi PPK dapat "menolak" kepentingan-kepentingan yang dipesan oleh siapapun pejabat di daerahnya.

Sebagaimana diatur dalam UUK pelanggaran atas hak-hak buruh dibagi dalam 2 kategori tindak pidana, yaitu :

1.  Tindak Pidana Kejahatan, terdiri dari :
  • Pelanggaran atas Pasal 74 UUK (larangan mempekerjakan anak-anak pada pekerjaan terburuk)
  • Pelanggaran atas Pasal 167 ayat (5) UUK (buruh yang diphk karena pensiun tetapi pengusaha tidak mau membayar pesangonnya 2 x ketentuan Pasal 156 UUK ;
  • Pelanggaran atas Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) (larangan pekerja asing tanpa ijin dan perorangan yang mempekerjakan pekerja asing) ;
  • Pelanggaran Pasal 68 (larangan mempekerjakan anak) ;
  • Pelanggaran Pasal 69 ayat (2) (mempekerjakan anak tanpa ijin orang tuanya) ;
  • Pelanggaran Pasal 80 (jaminan kesempatan beribadah yang cukup) ;
  • Pelanggaran Pasal 82 (cuti karena melahirkan dan keguguran) ;
  • Pelanggaran Pasal 90 ayat (1) (pembayaran upah di bawah Upah Minimum) ;
  • Pelanggaran Pasal 143 (menghalang-halangi kebebasan buruh utk berserikat) ;
  • Pelanggaran Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7) (mempekerjakan buruh yang tidak bersalah dalam 6 bulan sebelum perkara pidana diadili dan kewajiban pengusaha membayar uang penghargaan masa kerja bagi buruh yang diphk karena diadili dalam perkara pidana);
  • Tindak pidana kejahatan atas pelanggaran hak-hak buruh juga diatur pada UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ; dan
  • Tindak pidana kejahatan atas pelanggaran UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
Segala perbuatan pengusaha yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebut di atas diancam dengan hukum pidana (penjara) bervariasi sekurangnya satu (1) tahun dan paling lama lima (lima) tahun. Juga ada ancaman denda sekurang-kurangnya 100 juta rupiah dan 500 juta rupiah
2.  Tindak Pidana Pelanggaran, terdiri dari :

  • Pelanggaran Pasal 35 ayat (2) UUK (kewajiban pelaksana penempatan tenaga kerja memberi perlindungan sejak rekruitment sampai penempatan tenaga kerja) .
  • Pelanggaran Pasal 35 ayat (3) UUK (perlindungan oleh pemberi kerja atas kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan mental dan fisik) .
  • Pelanggaran Pasal 93 ayat (2) UUK (pembayaran upah karena sakit/karena tugas negara/pengusaha tdk mau mempekerjakan buruh sesuai perjanjian/hak istirahat buruh/tugas melaksanakan fungsi serikat).
  • Pelanggaran Pasal 137 UUK (hak mogok) .
  • Pelangaran Pasal 138 ayat (1) UUK (menghalangi maksud serikat buruh untuk mogok kerja).
  • Pelanggaran Pasal 37 ayat (2) UUK (lembaga penempatan tenaga kerja tanpa ijin tertulis dari Menteri/pejabat yg ditunjuk).
  • Pelanggaran Pasal 44 ayat (1) UUK (pemberi tenaga kerja asing wajib menaati standart dan kompetensi yang berlaku) .
  • Pelanggaran Pasal 45 ayat (1) UUK (tenaga kerja WNI sebagai pendamping tenaga kerja asing).
  • Pelanggaran Pasal 67 ayat (1) UUK (pembayaran pesangon bagi buruh yang pensiun) .
  • Pelanggaran Pasal 71 ayat (2) UUK (syarat-syarat mempekerjakan anak).
  • Pelanggaran Pasal 76 UUK (perlindungan bagi buruh perempuan).
  • Pelanggaran Pasal 78 ayat (2) UUK (wajib bayar upah pada jama kerja jembur).
  • Pelanggaran Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) UUK (waktu istirahat bagi buruh).
  • Pelanggaran Pasal 85 ayat (3) UUK (pembayaran upah lembur pada hari libur resmi).
  • Pelanggaran Pasal 144 UUK (mengganti buruh yang mogok dengan buruh yan baru).
  • Pelanggaran atas Pasal 14 ayat (2) UUK (perijinan bagi lembaga pelatihan kerja swasta).
  • Pelanggaran Pasal 38 ayat (2) UUK (biaya penempatan tenaga kerja oleh swasta).
  • Pelanggaran Pasal 63 ayat (1) UUK (PKWT secara lisan, pengusaha wajib membuat surat pengangkatan).
  • Pelanggaran atas Pasal 78 ayat (1) UUK (syarat-syarat mempekerjakan buruh di luar jam kerja).
  • Pelanggaran Pasal 108 ayat (1) UUK (wajib membuat peraturan perusahaan dengan 10 orang buruh).
  • Pelanggaran Pasal 111 ayat (3) UUK (masa berlaku Peraturan 2 tahun dan wajib diperbaharui).
  • Pelanggaran Pasal 114 UUK (peraturan perusahaan wajib dijelaskan kepada buruh dan perubahannya).
  • Pelanggaran Pasal 148 UUK (syarat-syarat lock out ).
  • Pelanggaran di bidang ketenagakerjaan juga diatur pada UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja .
  • PelanggaranUU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Segala perbuatan pengusaha yang melanggar pasal-pasal tersebut diatas diancam dengan ancaman hukuman kurungan sekurang-kurangnya 1 bulan dan paling lama 4 bulan. Juga diancam dengan hukuman denda sekurang-kurangnya 10 juta rupiah dan sebanyak-banyaknya 100 juta rupiah.

Haruskah Buruh Selalu Hidup Berkekurangan

Haruskah Buruh Selalu Hidup Berkekurangan

JAKARTA, KOMPAS.com - Terhitung Februari 2012, buruh di Kota Tangerang dan Tangerang Selatan akan mendapat upah minimum kota atau kabupaten Rp 1,529 juta per bulan. Sebelumnya, UMK-nya Rp 1,381 juta per bulan. Buruh di Kabupaten Tangerang mendapat UMK Rp 1,527 juta per bulan. Sementara di Kabupaten Serang Rp 1,469 juta per bulan.

”Meski angkanya jauh dari harapan buruh, yang berharap Rp 2,8 juta per bulan, setidaknya ini bisa menambah sedikit keuangan buruh menghidupi keluarganya,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Karya Utama Koswara.

Lukman (47), buruh pabrik selang di Kota Tangerang, mengaku, dengan upah Rp 1,381 juta per bulan yang diterimanya, ia hanya bisa mengontrak rumah susun (rusun) sangat sederhana berukuran 3 x 4 meter. Di tempat inilah Lukman bersama istri dan tiga anaknya yang mulai besar tinggal.
”Saya hanya mampu menyewa rusun di sini,” kata Lukman saat ditemui di Rusun Manis, Jatiuwung, Kota Tangerang, Senin (9/1/2012).

Biaya sewa rusun naik dari Rp 70.000 menjadi Rp 90.000 per bulan mulai Januari ini.

Uang upah kerja Lukman tak pernah mampir berlama-lama di tangan istrinya, Syaidah (45). Setelah mendapat upah, uang itu langsung digunakan untuk membayar biaya pendidikan anak tertua mereka yang saat ini duduk di kelas II SMP negeri di Kota Tangerang. ”Belum lagi uang transportasi anak-anak ke sekolah dan saya,” ujarnya.

Untuk belanja kebutuhan dapur, Lukman minimal menghabiskan Rp 30.000 per hari. Belum termasuk biaya listrik Rp 50.000-Rp 75.000 per bulan dan air Rp 63.000 per bulan. ”Tak ada uang yang tersisa untuk biaya sakit atau jika ada musibah,” ujar Lukman, pria asal Lampung.

Nasib buruh yang hidup berkekurangan juga dialami Asep, buruh kontrak di Serang. ”Untung saya masih bujangan. Upah Rp 1,18 juta sangat pas-pasan. Teman-teman yang sudah berkeluarga selalu mengeluh karena mereka hidup sangat prihatin,” ujarnya.

Gaji bulanan Asep sebagai buruh kontrak tersebut nyaris tidak tersisa untuk membayar biaya kontrakan yang besarnya Rp 200.000 per bulan, ongkos transportasi pergi pulang kerja, dan kebutuhan makan selama sebulan. Sekali naik angkutan kota, dia harus mengeluarkan uang Rp 2.500. ”Satu kali makan dengan lauk tempe dan telur saja sekarang Rp 6.000,” katanya.

Sukiman, pekerja pabrik di Serang, mengaku, upah yang diterimanya tidak cukup menghidupi istri dan anaknya yang masih berusia batita. Ia terpaksa mengelola keuangan keluarganya dengan sistem gali lubang tutup lubang. Keinginannya untuk menyisihkan uang setidaknya Rp 50.000 per bulan sampai sekarang belum terlaksana.

”Beli sepatu saja harus kredit,” kata Sukiman, yang hingga saat ini masih menumpang di rumah orangtuanya.

Di satu sisi, revisi UMK yang dibuat pada Januari ini menyebabkan pengusaha ketar-ketir.

”Revisi itu dibuat langsung oleh pemerintah dan tanpa melibatkan unsur pengusaha. Kami keberatan karena rencana anggaran tahun 2012 telah dibuat berdasarkan UMK awal yang disepakati secara bersama. Kalau kondisinya begini, kami bisa merugi,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Banten Deddy Junaidi. Kondisi seperti ini, kata Deddy, akan terus terjadi dari tahun ke tahun. (CAS/PIN)