Untuk hidup orang perlu berpikir.
Setiap saat setiap waktu, orang berpikir. Perilaku lahir dari proses
berpikir. Aku berpikir maka aku ada, begitu diktum Descartes yang tetap
relevan sampai sekarang.
Bahkan
untuk merasa orang perlu berpikir. Tidak ada pemisahan tegas antara
perasaan dan pikiran. Proses emosional terbentuk dari campuran antara
pikiran dan perasaan.
Tindakan juga lahir dari pikiran. Proses pertimbangan pikiran melahirkan keputusan. Dan dengan keputusan hidupnya, manusia mengubah dunia. Tak ada yang lebih penting daripada membentuk cara berpikir. Disitulah filsafat berperan.
Cara Berpikir
Di
dalam semua aspek hidup, orang harus selalu menggunakan empat cara
berpikir. Dengan empat cara berpikir ini, orang bisa mempertimbangkan
segala sesuatu secara jernih. Dengan empat cara berpikir ini, orang
bisa mencapai kebahagiaan.
Yang
pertama adalah pola berpikir analitis. Analitis adalah tindakan memecah
keseluruhan ke dalam bagian-bagian. Dengan cara ini masalah, apapun
bentuknya, bisa dipahami dengan lebih sederhana. Dengan cara ini pula,
orang bisa bekerja dengan tepat guna.
Yang
kedua adalah pola berpikir kritis. Kritis berarti orang tidak mudah
percaya. Sebelum percaya atau menganut sesuatu, orang perlu untuk
mempertanyakannya, sampai ia menemukan dasar yang kokoh untuk percaya.
Dengan berpikir kritis orang tidak mudah terombang ambing oleh kabar
burung yang meresahkan.
Yang
ketiga adalah pola berpikir teknis. Berpikir teknis berarti berpikir
tentang bagaimana cara melakukan sesuatu, mulai dari cara menjual
barang, sampai memperbaiki mesin yang amat mekanistis. Berpikir mekanis
berarti menyelesaikan masalah jangka pendek dengan tepat guna.
Yang
keempat adalah berpikir reflektif. Dengan cara berpikir ini, orang
diajak melihat ulang apa yang telah dilakukannya. Ia diminta melihat
sisi baik maupun sisi lemah dari sikap hidupnya. Dengan menjalani
proses ini, orang dipastikan akan selalu peka pada kelemahan diri
maupun lingkungannya.
Tak Terpisahkan
Keempat
cara berpikir ini harus diterapkan bersamaan. Keempatnya tidak pernah
boleh dipisahkan. Berpikir teknis tak pernah bisa dipisahkan dari
berpikir reflektif. Jika itu dipisahkan orang akan jadi robot yang
bekerja tanpa berpikir.
Berpikir
analitis tidak pernah bisa dilepaskan dari berpikir kritis. Untuk
memecah masalah ke dalam bagian-bagian, orang perlu kritis terlebih
dahulu tentang apa yang sesungguhnya menjadi masalah. Jika tidak
kritis orang hanya menghabiskan waktu dan tenaga untuk sesuatu yang
sebenarnya salah arah.
Empat
pola pikir ini juga menunjang sikap kepemimpinan. Seorang pemimpin
mulai dari level negara sampai memimpin diri sendiri amat penting untuk
menggunakan keempat pola pikir ini. Di dalam membuat keputusan, ia
perlu berpikir kritis dalam menemukan masalah, analitis dalam memecah
masalah ke dalam bagian-bagian yang lebih sederhana, berpikir teknis
untuk menerapkan solusi yang sudah ada, dan reflektif untuk meninjau
ulang setiap prosesnya.
Keempat
berpikir ini akan membuat kita menjadi manusia yang beradab. Kita tidak
lagi agresif dan reaksioner di dalam menyingkapi masalah. Keputusan
yang kita buat dalam hidup pun lebih tepat guna di dalam proses
mencapai kebahagiaan bersama.
Jika
setiap kebijakan publik dipandu oleh keempat pola berpikir ini, maka
kita akan, perlahan namun pasti, menjadi bangsa maju. Maju tidak hanya
dalam soal ekonomi, tetapi dalam soal kedewasaan politik, kultural, dan
bahkan seni. Dengan berpikir kritis, analitis, teknis, dan reflektif di
dalam semua bidang kehidupan, Indonesia akan menjadi bangsa besar.
Lebih
dari itu kita akan menjadi bangsa yang bahagia. Setiap kebijakan lahir
dari pertimbangan yang matang dan bijaksana. Ukuran kemajuan tidak lagi
bersifat material semata, tetapi sampai pada kepuasan jiwa warganya.
Itulah cita-cita kita bersama sebagai bangsa.
Situasi Kita
Namun
kita mesti berkaca. Situasi kita sekarang jauh dari apa yang kita
harapkan. Kebijakan publik masih keluar dari pikiran yang amat tidak
kritis, sehingga tidak kena langsung pada masalahnya. Akibatnya masalah
tetap ada, dan bahkan semakin besar.
Kita
juga kurang berpikir analitis. Akibatnya masalah ataupun tantangan tak
dapat dipecah ke dalam bagian-bagian lebih sederhana. Di hadapan
masalah ataupun tantangan raksasa, kita cenderung tak peduli, menyerah,
dan putus asa. Kita pun seolah tanpa harapan.
Jika
tak mampu berpikir kritis dan analitis, solusi yang disarankan pun juga
tidak tepat guna. Berbagai langkah praktis diterapkan, namun hasilnya
tak terasa. Akibatnya sumber daya terbuang percuma. Masalah pun tetap
ada.
Semua
itu dibarengi dengan tidak mampunya kita berpikir reflektif. Kita tidak
meninjau ulang apa yang telah kita lakukan. Akibatnya semua masalah
tetap ada, sementara sumber daya habis percuma. Akibatnya kita menjadi
bangsa yang tak bahagia.
Itulah
Indonesia. Itulah kita. Kunci untuk keluar dari masalah adalah mengubah
cara berpikir. Sudah waktunya kita menggunakan pola berpikir kritis,
analitis, teknis, dan reflektif di dalam semua aspek kehidupan yang
ada. Sudah waktunya. Tak bisa lagi ditunda.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar